In poetical post random ramble

Mencintaimu ibarat waktu. Berputar tanpa tahu kapan harus berhenti. Tidak pernah terlambat, tidak pernah terlalu cepat. Kesalahan hanya datang jika energi sudah habis. Itu pun hanya sementara. Secepat mungkin ia akan kembali bergerak. Mengejar apa ia pun tidak tahu. Menuju kemana, ia tidak pernah tahu. Yang ia tahu, ia harus tetap hidup. Jika ia mati, dunia akan berhenti berputar.

Mencintaimu ibarat candu. Membawaku hilang dari dunia menuju ketidakwarasan. Sebentar tertawa, sebentar menangis. Sebentar tersenyum, sebentar merajuk. Tidak ada tempat untuk memikirkan hal lain, selain engkau dan perasaanku. Sibuk meracau dalam ketidakjelasan. Sekembalinya ke dunia, tubuh pun tidak sanggup melawan keinginan untuk kembali. Menjadi gila, menjadi hilang. Hanya dengan angan tentang kamu. Berdua.

Mencintaimu ibarat lara. Tidak direncanakan. Tidak diharapkan. Menetap dan sulit diusir. Rasanya menjalar melalui seluruh pembuluh darah. Mampir ke ubun-ubun dan merusak konsentrasi. Mengambil alih setiap kekuatan dan berbalik menyerang. Tidak akan reda sebelum penawarnya datang. Kadang menimbulkan bekas yang tak akan pernah hilang.

Mencintaimu ibarat hidup. Atas, bawah. Maju, mundur. Kuat, lemah. Silih berganti. Tidak pernah tahu kapan berakhir. Tidak pernah tahu siapa yang mengakhiri. Tidak pernah tahu bagaimana akhirnya. Terus berjalan untuk masa depan yang kabur. Terus berjuang untuk bertahan tanpa tahu apakah bertahan adalah keputusan yang benar. Terus mendaki tanpa tahu apakah di puncak akan kutemui engkau.

Mencintaimu adalah mati. Sakit. Sepi. Sendiri. Diam. Dan menyerah.

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In poetical post random ramble


ada banyak pertanyaan

yang tak akan pernah mencapai jawaban

ada banyak angan-angan

yang akan terkubur bersama dengan kesendirian

pagi dan hampa adalah teman

malam dan diam adalah kawan

raut wajah dan senyum selalu bertentangan

terseok melangkah ke depan

tanpa tahu ke arah mana tujuan

mencoba tak peduli dengan keadaan

mencoba tak bergegas memberi perhatian

atau mencoba tak tergerak dengan keinginan

memeluk adalah impian

terlebih memiliki, bukan lagi jadi pilihan

mereka bilang mimpi bisa diperjuangkan

tapi tidak dengan hidup bersama tuan

sudah tak berani mengharapkan

walau sekedar sapa dan teguran

apalagi pertemuan

sudah kuanggap semua percakapan

yang terjadi waktu itu adalah perpisahan

dan aku bisa mempersempit penyesalan

karena sudah pernah kubuat pengakuan


aku ingin menjadi orang yang kau cintai

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In poetical post random ramble

Limbung

Ia berdiri kuat

berjalan tanpa ragu

tersenyum pada semua orang

memeluk setiap kesempatan

memimpikan setiap kebahagiaan.


Hingga suatu hari

kakinya patah satu

ia masih kuat berdiri

meski terpincang ia masih mampu berjalan

saat menjemput kesempatannya yang baru

satu kakinya patah pula.


Ia limbung

jatuh pada lututnya

tak ada lagi kaki yang mampu menopang beratnya hidup

ia hanya mampu merangkak

satu satu

perlahan tanpa arah.


Ia sudah menyerah

takdir tak pernah berbaik hati padanya

dunia tidak pernah berdamai dengannya

ia hidup tanpa harapan untuk bahagia

ia hidup hanya untuk orang lain

bukan untuk dirinya.


Kapalnya tak akan pernah berlabuh

karam di tengah pelayarannya menuju dermaga

hartanya hilang disapu ombak

bercampur pasir dan buih

ia, tak akan pernah sampai pada tujuannya.


Ia tidak menunggu siapa-siapa

ia menyerah

ia lelah merasa kuat

ia lelah merangkak

tolonglah, biarkan ia hidup dengan caranya sendiri.



07 Mei 2016.

Senandika Ayu, sudah menyerah.

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In poetical post random ramble

Siapa Kita?

Siapa kita?


Siapa aku?


Aku pernah berusaha, dengan jiwa dan raga.


Sampai akhirnya bertemu pada titik dimana ragaku sudah mati.


Tersisa jiwa yang dalam diam masih berharap.


Untuk apa?


Untuk aku?


Untuk sepotong cerita di masa depan.


Untuk menghindar dari rasa bersalah,


penyesalan,


kerinduan,


keinginan untuk kembali di tahun nanti.


Aku siapa?


Aku jiwa yang pernah memiliki,


pernah berdiri di sisi,


pernah memeluk mimpi,

pernah ditinggalkan, tidak hanya sekali.

Gilakah aku?

Gilakah mengejar keinginan yang pernah terpendam oleh waktu?

Kamu siapa?

Rupa yang hadir di pencarianku,

meninggalkan jejak, tak pernah hilang.

Ada apa dengan engkau?

Mengapa kau bisa buat aku sebegininya?

Siapa kamu?

Kalau bukan kamu, lalu aku tidak tahu.

Dan tidak mau.



04 Mei 2016.

Senandika Ayu, sedang merindu.

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments